hadits tentang seni rupa

OnlineAccess: http://repository.uinib.ac.id/6445/2/2.%20tesis%20BABA%20I.pdf http://repository AlQuran secara tegas dan dengan bahasa yang sangat jelas berbicara tentang patung pada tiga surat Al-Quran. (Baca juga: Allah Ta'ala Maha Indah: Lalu, Bagaimana Seni Menurut Al-Quran?) Dalam surat Al-Anbiya (21): 51-58 diuraikan tentang patung-patung yang disembah oleh ayah Nabi Ibrahim dan kaumnya. Sikap Al-Quran terhadap patung-patung itu, bukan sekadar menolaknya, tetapi merestui penghancurannya. Karakteristiktafsir Al-Qurân Al-'Azhim karya Ibnu Abi Haatim Ar-Razi W. 327 H. Kedudukan Hadits Mursal dalam kitab Hadits Muwaththa Malik. Keshahihan Hadis-hadis tentang larangan penimbunan barang dalam perdagangan. Konsep dzikir dalam Al-Quran: Waktu-waktu dzikir, tata cara dzikir, fungsi dzikir. Contohyang tergolong seni rupa murni antara lain seni Allahjuga mengatur hukum menari dalam Islam, Allah berfirman dalam QS. Al-Isra: 37 yang berarti : "Dan jangan kamu berjalan di muka bumi dengan al-marah, karena sungguh kamu tidak akan menembus bumi dan tidak akan sampai setinggi gunung". Kemudian Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya menjelaskan. اسْتَدَلَّ الْعُلَمَاءُ Schön Dass Ich Dich Kennenlernen Durfte Sprüche. ABSTRAK Penelitian yang bertema konsep kesenian profetik dan implementasinya dalam pendidikan Islam ini didasarkan atas latar belakang maraknya kreasi seni yang dipengaruhi oleh konsep dan atau teori seni untuk seni L’art pour L’art yang condong menampilkan kreasi seni bebas nilai yang cenderung menegasikan nilai-nilai etika, estetika dan kebenaran. Penelitian ini mencoba menggagas konsep seni profetik yang akan lebih memberi manfaat dan tujuan jelas ke mana seni harus dibawa, yaitu tetap bersinergi dengan kepentingan etika, estetika dan kebenaran. Kalangan agamawan maupun sosial mencoba mencari pendasaran ontologis, epistemologis maupun axiologis. Pendasaran ini berangkat dari misi profetis agama-agama yang juga mempunyai kepedulian terhadap tegaknya etika, estetika dan kebenaran. Misi profetis agama merupakan gerakan profetis melalui teologi yang menjadi ideologi revolusioner yang selalu mengusung perubahan peradaban. Disinilah gerakan etika profetik dalam agama-agama membumi menjadi implementasi sosial termasuk di dalamnya seni. Penelitian ini juga untuk mengetahui dan memahami praksis seni profetik dalam pendidikan Islam. Islam sebagai rahmatan lil alamin tentu tidak menutup mata dalam ikut serta ber-fastabiqul khairat mengembangkan kemajuan peradaban lewat kesenian dan pendidikan. Penelitian ini, menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan pendekatan metode analisa Heuristik; yaitu mencari pemahaman baru dengan melakukan pendeskripsian, refleksi kritik dan penyimpulan terhadap kesenian dan gagasan seni profetik. Kesimpulan penelitian ini adalah kesenian profetik sebagai sebuah konsep yang positif terhadap perkembangan paradigma berkesenian terbukti diperlukan untuk dikembangkan sebagai konsep tujuan dan nilai berkesenian. Penelitian ini juga membuat resep teoritis implementasi seni profetik dalam pendidikan Islam. Seni profetik dalam pendidikan Islam adalah sesuatu yang mesti dipentingkan sebagai tawaran kreativitas metode syiar. Seni yang Islami dan profetis akan membuat kehidupan umat menjadi lebih indah dalam syariat Islam yang telah ditentukan. Kata Kunci Seni, Seni Profetik, Seni Islam, Pendidikan Islam Halaman 1 dari 38 halaman ini nanti diblok sepenuhnya dengan file jpg sebagai cover depan. Ukurannya 11,43 cm x 22 cm muka daftar isi Halaman 2 dari 38 muka daftar isi Halaman 3 dari 38 Perpustakaan Nasional Katalog Dalam Terbitan KDT Tashwir Seni Rupa Dalam Pandangan Islam Penulis Ahmad Hilmi, Lc., MA 38 hlm Judul Buku Tashwir Seni Rupa Dalam Pandangan Islam Penulis Ahmad Hilmi, Lc., MA Editor Fatih Setting & Lay out Fayyad Fawwaz Desain Cover Moh. Abdul Wahhab Penerbit Rumah Fiqih Publishing Jalan Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940 Cetakan Pertama 5 Oktober 2018 muka daftar isi Halaman 4 dari 38 Daftar Isi Daftar Isi ..............................................................4 A. Pendahuluan....................................................... 6 Bab 1 Hadis-Hadis Nabi Tentang Tashwir ................ 9 1. Hadits Pertama .............................................. 9 2. Hadits Kedua .................................................. 9 3. Hadits Ketiga ................................................ 10 4. Hadits Keempat............................................ 10 5. Hadits Kelima ............................................... 11 6. Hadits Keenam ............................................. 12 Bab 2 Hukum Tashwir .......................................... 14 A. Halal Secara Mutlak .......................................14 1. Larangan Hanya Pada Patung....................... 14 2. Syariat Umat Terdahulu Haramkan Patung .. 17 3. Dinar Dan Dirham Bergambar Manusia........ 18 4. Penasfiran Yang Berbeda ............................. 19 B. Haram Secara Mutlak .....................................20 1. Kemutlakan Hadis ........................................ 21 2. Sikap Kehati-Hatian...................................... 22 C. Pendapat Pertengahan ...................................24 1. Patung Manusia Dan Hewan ........................ 24 2. Gambar Dibuat Sempurna............................ 24 3. Bahan Materi Tahan Lama ........................... 25 Bab 3 Illat Diharamkannya Gambar.....................26 A. Unsur Madharat.............................................26 B. Wasilah Syirik.................................................26 muka daftar isi Halaman 5 dari 38 C. Menyerupai Orang Kafir .................................27 D. Menghalangi Masuknya Malaikat ..................28 Bab 4 Wujud Tashwir............................................29 A. Tumbuhan Dan Benda Mati............................29 B. Boneka Mainan Anak-anak.............................30 C. Memajang Gambar Makhuk Bernyawa...........31 D. Baju Bergambar .............................................32 1. Hanafi dan Maliki ......................................... 32 2. Syafi’i ........................................................... 32 3. Hambali........................................................ 33 E. Fotografi.........................................................33 1. Pendapat Pertama ...................................... 33 2. Pendapat Kedua........................................... 34 Kesimpulan ............................................................35 Tentang Penulis .....................................................36 muka daftar isi Halaman 6 dari 38 A. Pendahuluan Seni rupa merupakan salah satu seni yang sudah lama dikenal dan dilakukan oleh umat manusia. Baik berupa gambar lukisan, mural dan patung-patung. Bahkan dalam perkembangannya, seni rupa dijadikan salah satu mata kuliah di beberapa universitas di dunia, bahkan dibuka fakultas tersendiri yang berkaitan dengannya. Selain sebagai peninggalan peradapan kuno dan terus lestari sampai saat ini, seni rupa juga dijadikan sebagai salah satu hobi. Bahkan sebagian orang menjadikannya sebagai salah satu profesi yang menghasilkan keuntungan materi. Menyikapi fenomena tersebut, perlu kiranya dikaji dari sudut pandang hukum Islam dengan memaparkan pendapat para ulama tentang seni rupa, baik pembuatannya, seni rupa dijadikan objek transaksi, dan penghasilan yang diperoleh dari seni rupa tersebut. Dan yang tak kalah penting dari itu semua adalah dalil-dali yang dijadikan pijakan hukum oleh para ulama dalam pendapatnya. Sebelum masuk pada kajian hukum Islam tentang seni rupa, penting untuk dibahas lebih dulu pengertian gambar, lukisan, photografi, dan semua muka daftar isi Halaman 7 dari 38 hal yang berkaitan dengan seni rupa. Pengertian seni rupa adalah cabang kesenian yang membentuk sebuahkarya seni dengan menggunakan media yang dapat ditangkap secara kasat mata dan juga dapat dirasakan ataupun disentuh dengan indera peraba. Ketika bicara masalah seni rupa, tentu sangat erat kaitannya dengan unsur yang dikandungnya. Titik, garis, bidang, bentuk, ruang, warna, tekstur, gelap terang dan lain sebagainya. Dari pengertian ini maka lukisan, sketsa, ilustrasi, ukiran relief, dan patung termasuk di dalamnya. Dalam bahasa Arab ada beberapa kata yang bisa mewakili istilah seni rupa, diantaranya kalimat tashwir, tamatsil, dan rasm. Tashwir adalah proses pembuatan suatu bentuk rupa tertentu yang membedakan antara satu bentuk dengan bentuk Atau tashwir juga bisa diartikan sebagai upaya menyerupakan mencontoh dengan suatu bentuk yang sudah ada, baik berupa bentuk tiga dimensi 3D seperti patung, maupun dalam goresan di bidang datar seperti gambar dan lukisan. Ini berlaku untuk semua objek, baik benda mati atau makhluk hidup. Bernyawa atau tidak bernyawa. Berakal maupun tidak berakal. Termasuk dalam pengertian tashwir adalah bayangan benda karena sebab cahaya dan pantulan 1 Lisan al-Arab, Ibn Mandhur, \"‫\"صور‬ muka daftar isi Halaman 8 dari 38 benda pada kaca dan yang sejenisnya. muka daftar isi Halaman 9 dari 38 Bab 1 Hadis-Hadis Nabi Tentang Tashwir 1. Hadits Pertama Dari Abu Hurairah radhiyallahuanhu beliau berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda ‫َك َخْلمقي‬ ‫بَعَهزعُوَوَضَجةً هلأَْوَوَلمميَْنْخلُأَُقظْولَاُمَذمِهرمًةه ْن‬ ‫َيْلُ ُق‬ ‫َذ َه َب‬ ُ‫قَاَل اَّهلل‬ ‫فَْليَ ْخلُُقوا‬ ”Allah ’Azza wa Jalla berfirman, “Siapakah yang lebih zhalim dibandingkan orang yang ingin menciptakan sebagaimana ciptaan-Ku. Maka hendaknya mereka menciptakan lalat atau semut kecil jika mereka memang mampu!” HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad 2. Hadits Kedua ‫َك َخْلمقى‬ ‫أمَِْمهوْن َشَذعميَهَرًةَب‬ ‫َيْلُ ُق‬ ً‫َعَذهزهرًة َوأََْوج لهمليَ َْوخَلمُُقْنواأَظَْحلَبهُمة‬ ُ‫قَاَل اَّهلل‬ ‫فَْليَ ْخلُُقوا‬ “Allah Azza wa Jalla berfirman, “Siapakah yang lebih zholim dibandingkan orang yang menciptakan sebagaimana ciptaan-Ku. Hendahlah menciptakan semut kecil, biji atau gandum jika mereka memang mampu! ” HR. Bukhari muka daftar isi Halaman 10 dari 38 Hadis Dari Ibnu Umar radhiallahu ’anhuma, bahwa Rasulullah Shalallahu ’alaihi Wasallam bersabda ‫إ هن الهذي َن يصنَعوَن ه مذه ال ُّصَوَر يع هذبوَن يوَم القياممة يقا ُل‬ ‫ أحيوا ما خلقتُْم‬ ‫ََلم‬ Orang yang membuat gambar-gambar ini akan diadzab di hari kiamat, kemudian dikatakan kepada mereka hidupkanlah apa yang kalian buat ini.” HR. Bukhari dan Muslim 3. Hadits Ketiga Hadis dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ’anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda ‫إ هن أش هد النها مس عذاًًب عن َد اَّهلمل يوَم القياممة المص موروَن‬ Sesungguhnya orang yang paling keras adzabnya di sisi Allah pada Hari kiamat adalah tukang gambar. HR. Bukhari dan Muslim 4. Hadits Keempat Hadis dari Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu anha ‫ىه‬،‫ْتاَّهلقَُلتُمدَمَعَسلَْيَْهرمهَُوسًةَوومِلَسللهاَّبممَهلمقملََرهاتٍَمَصَكلفهميهُم‬ََ‫ََّههلملاَوقَقَْادَصلَله َْسىت‬،‫اْيئممهفََلشََوةَهمَاسَلهرََمرمآضهُممَيَْنراَُّسهللَُسوَفلَعٍرْنا‬،َ‫اَّتَعََهاللثُْمني َعلَعل‬ muka daftar isi ُ‫نهم‬ََ‫ااالْلََممقوسميَِْاتفَمَعمةمَرذََاعواًاًايَبئملهٍةميذََشأيَْةنُوه‬.َ‫وْْاَمملينهق‬.َْ‫اسّاََشهلَيُدملَّدت‬Hَ‫ًأَب‬aً‫مو‬l‫ا‬a‫ق‬‫مَذ‬mُ‫ْْلَعوة‬a‫أَبََش‬nِ‫ئمم‬1‫اسًة‬1‫نَعَدم‬dَ‫اا‬a‫نهَوس‬r‫لَي‬i‫اموَُه‬3‫ا‬8‫ْنملدهَُض‬.‫ننْلنَاّفَاَأَهلَقملمايَمُش‬.َ‫ُهَْمعَننَمةواإمََنهُوهناْلمِجهفَبَُمذهْلمَميجهُمَعْق‬‫ايقفَََُلْواتََمققَشلَيَلبمهاطَو‬ “Dari Aisyah Radhiyallahu anha dia berkata Rasulullah sallahu alaihi wa sallam datang dari sebuah perjalanan, dan saya telah menutup bilikku dengan kain penutup horden yang bergambar. Ketika beliau melihatnya, kain tersebut tarimnya dan berubah raut wajah beliau. Kemudian beliau bersabda “Wahai Aisayah, orang yang paling berat adzabnya pada hari kiamat adalah adalah mereka yang memebuat penyerupaan meniru ciptaan Allah.” Kemudian Aisyah berkata kemudia kain tersebut kami potong dan menjadikannya satu atau dua bantal. HR. Bukhari dan Muslim 5. Hadits Kelima Hadis dari Ibn Abbas radiyallahu anhuma ‫ن‬‫ََقواا َْدضلَُع‬َ‫َرفَُجَقَحاٌَلهّلتف‬،ُ‫ه‬.ُ‫تمأَنمِهفَهُنَدََفمنَجياَمهمءَاْنه‬،ْ‫اَهلللاُ ُْدّصَعَُنوْنَرُهممَمِفمَاأنَف‬ّ‫ُرَرُثهمَهضقَمذاَيمهلا‬،‫اَربْفَُجمنَدٌَلَنَعأبهُمماْنَصهٍُسمو‬،‫إممممَعّمِنمنن‬ muka daftar isi ‫مُللت إملَممْهَنُصْلهنبمُكىْنَُركاُّسَلَتهلولُللاَُصَعالَّبوُْيََهلرهممهٍةدل‬‫اَّعلَهل‬.‫ََلقَلمَسُاهُْيْع‬H‫ثسهو‬،aَُ‫راس‬lُ‫م‬aَ‫ب‬m‫نهَْفَممِرا‬a‫نكَلنه‬n‫اََُتَاه‬1‫ئلُفَج‬2ِ‫مْبمع‬dَ‫ُمفاسن‬a‫ٍََِرمَأ‬r‫ووم‬i‫َم‬ Dari Ibn Abbas Radiyallahu anhuma, bahwa ada seorang laki-laki datang kepada kepadanya dan berkata saya adalah seorang yan membuat gambar ini, berikanlah saya fatwa tentang itu. Kemudian Ibn Abbas berkata mendekatlah kemari. Kemudian laki-laki itu mendekat. Ibn Abbas kembali berkata mendekatlah kemari. Kemudia laki-laki itu lebih mendekat lagi. Sampai askhirnya Ibn Abbas meletakkan tangannya di atas kepala laki-laki tadi seraya berkata saya akan berikan berita besar kepadamu dari yang saya dengar dari Rasulullah. Saya mendengar Rasulullah sallahu alaihi wa sallam bersabda setiap mushawwir tukang gambar masuk neraka. Kemudian setiap gambar yang dibuatknya diberi nyawa dan akan menyiksanya di neraka Jahannam.” Selanjutnya Ibn Abbas berkata Jika kamu harus menggambar, maka buatlah gambar pohon dan apa pun yang tidak bernyawa. 6. Hadits Keenam Hadis dari Aisyah radhiyallahu anha muka daftar isi ‫ىم‬،َ‫راَُّسهلفَلُويُلَسَعالمَرُّْيَُبهلُمهملهنَوإمَصَِسَلهلههل‬،َُ‫َكَصالمهمْنَنىه‬H‫فََن‬al‫ْع‬a‫مب‬،m‫هيمهم‬a‫لَقن‬n‫تعَام‬1َ‫َمي‬3‫َد‬d‫َبْنل‬a‫ْمع‬r‫َْخي‬i‫َع‬3‫لتَدر‬8ْ‫الهًممَمبحالْلبَإمبنَُبَذااخيَام‬.‫افََّوَُيكََهكلْنلْلُاَعَنُْْتَعَلَبمِْيأَللمْهَمَععمَوَصُيبََسو‬ “Dulu saya pernah bermain boneka-boneka di dekat Nabi sallahu alaihi wa sallam. Saya punya beberapa teman yang biasa bermain denganku. Ketika Rasulullah masuk ke dalam rumah, mereka bersembunyi darinya. Lalu beliau menyerahkan boneka-boneka itu kepadaku, dan mereka pun bermain denganku.” HR. Bukhari muka daftar isi Halaman 14 dari 38 Bab 2 Hukum Tashwir Pendapat ulama terkait hukum gambar dan lukisan memang berbeda-beda. Dalam masalah ini setidaknya muncul tiga pendapat utama. Ada yang mengharamkan secara mutlak, ada yang membolehkannya secara mutlak dan ada juga yang berada pada posisi pertengahan. Posisi pertengahan maksudnya adalah mebolehkan gambar dan lukisan pada satu keadaan dan mengharamkan dalam keadaan yang lainnya. A. Halal Secara Mutlak Pendapat ini juga dipandang sebagai mendapat yang terlampau berani. Mengingat banyak sekali hadis yang secara spesifik membahas tentang lukisan dan si pelukisnya. Bahkan ada juga hadis yang menyebutkan ancaman adzab yang sangat teramat pedih bagi pelukis. Walaupun dipandang terlalu ekstrim dalam hal pembolehan gambar dan lukisan, namun pendapat ini pun memiliki dalil-dalil yang dijadikan sebagai pijakan hukumnya. Di antara dalil yang diambil adalah ayat-ayat al-Quran tentang syariat yang berlaku pada umat-umat terdahulu. 1. Larangan Hanya Pada Patung muka daftar isi Halaman 15 dari 38 Menurut kelompok yang membolehkan, bahwa semua hadis-hadis yang berkaitan tentang gambar, baik ancaman untuk meniupkan ruh, ancaman adzab yang sangat pedih hanya berlaku pada shurah mujassamah bentuk tiga dimensi seperti patung dan semisalnya yang dijadikan sebagai sesembahan selain Allah. Hal ini diperkuat dengan furman Allah subhanahu wa ta’ala ‫َواَّهللُ َخلََق ُك ْم َوَما تَ ْع َملُوَن‬،‫قَاَل أَتَ ْعبُ ُدوَن َما تَْن محتُوَن‬ Ibrahim berkata \"Apakah kamu menyembah patung-patung yang kamu pahat itu? Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu\". QS. Ash-Shaaffaat 95-96 Pendapat itu diperkuat lagi dengan hadis Nabi sallahu a’laihi wa saalam sebagai berikut ‫إن الله ورسوله حرم بيع الخمر والميتة والخنزير والأصنام‬ “ sesunggunhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli Khomer, bangkai, babi dan berhala yang disembah.” HR. Bukhari Menurut kelompok ini, gambar pada bidang datar musathah dibolehkan secara mutlak, tapi makruh. Namun jika itu berada pada posisi dan tempat yang tidak terhotmat, maka kemakruhannya akan hilang. Misal untuk alas lantai, keset, karpet dan sejenisnya. Rasulullah bersabda \" ‫ إلا رقما ِف ثوب‬،‫لا تدخل الملائكة بيتا فيه صورة‬ muka daftar isi Halaman 16 dari 38 “Malikat tidak masuk ke dalam rumah yang di dalamnya ada gambar, kecuali hanya sekedar gambar di baju.” HR. Bukhari Hadis ini difahami sebagai hadis muqayyad. Maka semua hadis tentang gambar masuk ke dalam hadis ini. Kemudian dalam hadis qudsi Allah ta’ala berfirman; ‫ ْنأَْوأَظْلملَيَُمْخلُمِمُقه ْونا‬،‫ مثفَْليَالُْْقخلُْدُقمسوا ميَذهَروًةَم‬،‫مَِكف َخاْلْْمقلَ مديي‬ ‫اَّهللُ تَ َعاَل‬ ‫يَ ُقول‬ ‫َيْلُ ُق َخْلًقا‬ ‫َذ َه َب‬ ً‫َحبهة‬ Allah ta’ala berfirman di dalam hadis qudsi “siapakah yang paling dzalim dibandingkan orang yang menciptakan sebegaimana ciptaan-Ku? Cobalah mereka ciptakan seekor semut kecil, atau ciptakan sebutir biji.” Ini ancaman bagi mereka yang membuat seseuatu untuk meyerupai ciptaan Allah. Kenyataanya Allah tidak menciptakan sesuatu berbentuk datar sebagaimana gambar di bidang datar musathah. Tapi Allah menciptakan sesuatu dalam bentuk mujassam. Sebab itulah gambar pada bidang datar sebagiamana lukisan tidak masuk dalam keharaman karena sama sekali tidak sama dengan ciptaan Allah subhananu wata’ala. Termasuk yang dijadikan argument oleh kelompok muka daftar isi Halaman 17 dari 38 ini dalam pembolehan gambar pada bidang datar adalah perbuatan Rasulullah dan para sahabat yang menggunakan bantal dengan bergambar makhluk bernyawa. Hal senada juga disampaikan oleh Imam Nawawi. Beliau berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan al-Mushawwir dalam hadis ini adalah pembuat patung yang 2. Syariat Umat Terdahulu Haramkan Patung Kelompok yang membolehkan gambar juga beragumen dengan syariat yang berlaku pada nabi- nabi sebelumnya syar’ man Qablana. Sebagaimana yang dikisahkan oleh al-Quran tentang Nabi Sulaiman alaihis salam. Allah berfirman ‫يَ ْع َملُوَن لَهُ َما يَ َشاءُ مم ْن َمَامري َب َوَتَاثميل َومجَفا ٍن َكاْْلََوا مب‬ “Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang besarnya seperti kolam dan periuk yang tetap berada di atas tungku. QS. Saba' 13 Para Imam ahli tafsir seperti, Athiyah al-Aufi, ad- Dhohhak, as-Suddiy megatakan, yang dimaksud dengan tamatsil adalah shurah gambar atau patung yang bisa jadi terbuat dari tembaga, tanah dan Pertanyaanya kemudian, apakah syariat sebelum 2 Syarh Shahis Muslim, Imam Nawawi, juz 11, hal. 91 3 Ibn Katsir, Tafsir al-Quran al-Adzim, juz. 6, hal. 500 muka daftar isi Halaman 18 dari 38 kita menjadi syariat kita? Jawabnnya ada pada firman Allah ‫أُولَئم َك اله مذي َن َه َدى اَّهللُ فَبمُه َدا ُه ُم اقْتَ مدمه‬ “Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka”. QS. Al-An'am 90 3. Dinar Dan Dirham Bergambar Manusia Pada masa Rasulullah, interaksi perdagangangan sudah sangat luas. Diantara Alat tukar yang lazim pada masa itu adalah dinar Romawi koin emas yang terukir gambar kepala raja Romawi dan dirham Persia keping koin perak yang terukir gambar kepala raja Persia. Jika gambar makhluk bernyawa ini diharamkan secara mutlak, tentu akan ada riwayat hadis tentang pengharaman koin dinar dan dirham yang bergambar kepala raja-raja Romawi dan Persia. muka daftar isi Halaman 19 dari 38 4. Penasfiran Yang Berbeda Nabi SAW bersabda ‫إ هن أش هد النها مس عذاًًب عن َد اَّهلمل يوَم القياممة المص موروَن‬ “sesungguhnya orang yang paling keras adzabnya di sisi Allah pada Hari kiamat adalah tukang gambar” HR. Bukhari dan Muslim Ancaman berupa adzab yang pedih bagi Mushawwir dalam hadis tersebut disimpulkan oleh kelompok yang mengharamkan sebagai isyarat pengharaman. Namun bagi yang membolehkan gambar justru ditafsirkan berbeda dari penafsiran pertama. Imam Nawawi berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan al-Mushawwir dalam hadis ini adalah pembuat patung yang disembah. Atau bisa dimaknai juga sebagai al-mushawwir yang membuat gambar atau patung dengan tujuan mudhahat muka daftar isi Halaman 20 dari 38 menandingi dan menyaingi ciptaan Allah SWT. 4 Sebagaimana maklum bersama, bahwa dosa yang paling besar adalah dosa syirik, menyekutukan Allah subhanahu wa ta’ala dengan suatu apa pun. Termasuk menyembah berhala dan patung- patung. Jika hadis tersebut hanya dimaknai apa adanya, maka akan terjadi kontradiksi dengan dalil al- quran dan hadis yang menyatakan dosa terberat adalah Syirik. Menurut pendapat ini, penafsiran yang tepat agar tidak terjadi kontradiksi dengan dalil lain, maka al- mushawwir dalam hadis tersebut berarti pembuat patung dan berhala yang dijadikan sesembahan selain Allah. Menyembah berhala adalah haram karena termasuk syirik, dan memfasilitasi orang lain berbuat syirik juga haram. Dengan demikian, jika al- Mushawwir mendapatkan adzab yang paling pedih sebagaimana dalam hadis tersebut sudah sejalan dengan dalil-dalil yang lain. B. Haram Secara Mutlak Di samping ada kelompok ulama yang mebolehkan lukisan dan gambar makhluk bernyawa secara mutlak, ada juga kelompok ulama yang mengharamkannya secara mutlak. Pengharaman secara mutlak ini mencakup semua jenis gambar, dengan dan di media mana pun, baik yang digambar dan dilukis di atas media datar seperti 4 Syarh Shahis Muslim, Imam Nawawi, juz 11, hal. 91 muka daftar isi Halaman 21 dari 38 ketas dan kanfas maupun yang berbentuk tiga dimensi seperti patung dan sejenisnya. Disebutkan, pendapat ini dipilih oleh mayoritas ulama madzahab dari kalangan Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah. Bahkan Imam Nawawi menganggap pendapat ini sebagai ijma’ minus Malikiyah. Namun Ibn Nujaim dalam kitab ath-Thahtawi mempertanyakan tentang klaim ijma’ yang disebutkan oleh Imam Nawawi. Anggapan ijma’ itu kurang tepat karena dari kalangan Malikiyah secara terang-terangan tidak mengharamkan gambar yang dibuat pada bidang datar. Karena menurut mereka, yang diharamkan adalah gambar tiga dimendi seperti Dari kalangan Hanabilah secara tegas menganggap gambar yang diharamkan termasuk dalam katagori al-kabir dosa-dosa besar, karena ada ancaman waidyang ditujjukan bagi para tukang gambar. 6 Dalam pengharaman secara mutlak ini, setidaknya dilatarbelakangi oleh dua sebab; pemahaman dhahir nash tekstual dan sikap kehati-hatian. Berikut ini uraian dalil yang mereka usung. 1. Kemutlakan Hadis Menurut kelompok ini, hadis-hadis yang ada dalam permasalahan gambar, sangat banyak dan bersifat mutlak. Seperti hadis tentang laknat 5 Al-Umm, Imam Sayfi’I, juz 6, hal. 182, lihat juga Ath- Thahthawi ala ad-Dur al-Mukhtar, juz 1, hal. 273 6 Al-Adab as-Syariyah, ibn Muflih, juz 3, hal. 513, lihat juga Kasyaf al-Qina’, al-Buhuti, juz 1, hal, 279-280 muka daftar isi Halaman 22 dari 38 Rasulullah terhadap tukang gambar, hadis tentang adzab yang pedih yang akan ditimpakan kepada para tukang gambar. Atau hadis tentang perintah meniupkan ruh pada setiap gambar yang dibuat. dan masih banyak lagi hadis-hadis yang lain. Tentu hal ini ttidak termasuk gambar-gambar benda yang tidak bernyawa seperti tumbuhan dan pemandangan alam. Adapun perbuatan Rasulullah dan sebagian sahabat penggunakan bantal bergambar makhluk bernyata tidak dapat dijadikan dasar kebolehan membuat gambar. Beliau hanya memamkai. Dan bolehnya memakai tidak berarti bolehnya 2. Sikap Kehati-Hatian Kendatipun tujuan orang untuk menggambar makhuk bernyawa sangat beragam, dan bahkan diantara para tukang gambar atau pelukis tidak melakukknya atas dasar kejahatan, namun tetap saja mengedepankan sikap kehati-hatian lebih utama dan lebih selamat. Mungkin saja seseorang melukis wajah nenek moyangnya, atau tetua di kampungnya hanya bertujuan untuk mengenang saja. Tapi anak cucunya setelah itu boleh jadi akan memuliakan dan mengagungkan gambar tersebut karena tidak faham. Generasi berikutnya mungkin akan membuat sesajian. 7 Radd al-Muhtar ala ad-Dur al-Mukhtar, Ibn Abidin, juz 1, muka daftar isi Halaman 23 dari 38 Generasi berikutnya lagi yang semakin tidak faham tujuan dibuatnya gambar tersebut akan menjadikannya sebagai sesembahan. Dan ini yang dikahwatirkan. Lebih bahaya lagi jika yang dilukis atau digambar adalah orang-orang yang dianggap mulia dan memiliki kedudukan terhormat semasa hidupnya. Hal semacam ini pernah terjadi juga pada umat Nabi Nuh alaihi salam yang dikisahkan oleh allah dalam Surat Nuh. ‫َوقَالُوا َلا تََذُرهن آَملتَ ُك ْم َوَلا تََذُرهن َوًّدا َوَلا ُسَوا ًعا َوَلا يَغُو َث‬ ‫َويَعُو َق َونَ ْسًرا‬ “Dan mereka berkata, jangan sekali-kali kamu meninggalkan penyembahan tuhan-tuhan kamu, dan jangan sekali-kali pula kamu meninggalkan penyembahan Wadd, dan jangan pula Suwa’, Yaguts, Ya’uq dan Nasr.” QS. Nuh 23 Imam Asy-Syaukani menyebutkan dalam tafsirya tentang kisah Wadd, Suwa’, Yaguts, Ya’uq dan Nasr dulunya mereka adalah orang-orang sholih yang hidup pada zaman Nabi Nuh alahisaalam. Ketika mereka meninggal dunia, dibuatkanlah patung- patung, monument, yang masing-masing diberi nama mereka, untuk mengenang. Tapi sayangnya, generasi setelanya, anak cucu mereka tidak faham, dan akhirnya 8 Fath al-Qodir, Asy-Syaukani, juz 5, hal. 362 muka daftar isi Halaman 24 dari 38 C. Pendapat Pertengahan Ada kelompok yang terlalu keras dalam berpendapat, ada juga yang terlalu lunak. Namun di tengah kedua pendapat tersebut ada pendapat yang dinilai berada pada posisi pertengahan. Artinya, perndapat pertengahan ini tidak menafikan keharaman gambar dan lukisan pada keadaan dan kondisi tertentu, dan tetap memperhatikan kebolehannya dalam kondisi yang lain. Menurut kalangan Malikiyah dan Ibn Hamdan dari kalangan Hanbilah, bahwa gambar menjadi haram jika memenuhi beberapa kriteria berikut ini 1. Patung Manusia Dan Hewan Gambar manusia dan hewan yang memiliki bentuk tiga dimensi seperti patung dan berhala. Namun jika terlukis di atas bidang datar seperti dinding, kertas, dan kanfas hukumnya makruh dan tidak sampai pada derajat haram. Hal senada disampaikan juga Imam Nawawi, bahwa yang diharamkan hanya Shurah yang benbentuk patung timtsal.9 2. Gambar Dibuat Sempurna Menurut Malikiyah, jika gambar yang dibuat tidak memiliki kelengkapan badan seperti kepala yang terpotong, bentuk perut yang terkoyak dan lain sebagianya, maka secara mutlak tidak haram. Pendapat yang sama pun disampaikan oleh 9 Matn al-Khalil, Syarh ad-Dardir dan Hasyiah ad-Dasuqi, juz 2, hal. 337 muka daftar isi Halaman 25 dari 38 kalangan Syafi’iyah dan Hanbilah. 10 Hanya saja Syafi’iyah menghususkan hanya kepala saja. Jadi jika yang terpotong hanya perut atau kaki, maka tetap dianggap 3. Bahan Materi Tahan Lama Bahan baku pembuatan patung menggunakan bahan yang tahan lama dan awet seperti, batu, logam, dan kayu, maka hal tersebut diharmakan. Namun jika menggunakan bahan mudah rusak, seperti ukiran pada buah-buahan, keu, atau bermain patung-patungan dengan pasir pantai, mata tidak haram. 10 Al-Mughni, Ibn Qudamah, juz 7, hal. 7. Lihat juga Kasyaf al- Qina’, Al-Buhuti, juz 5, hal. 171 11 Tuhfah al-Muhtaj, Ibn al-Mulqin, juz 7, hal. 434. Lihat juga Asna al-Mathalib fi Syarhi Raudhu at-Thalib, Zakariya al- Anshari, juz 3, hal. 226 muka daftar isi Halaman 26 dari 38 Bab 3 Illat Diharamkannya Gambar Ulama berbeda pendapat dalam meyimpulkan sebab illah diharamkannya gambar. Perbedaan tersebut bisa dilihat pada uraian berikut ini A. Unsur Madharat Karena dalam gambar ada unsur mudhahat yaitu membuat penyerupaan dan tandingan terhadap ciptaan Allah subhanahu wata’ala. Hal ini senada dengan hadis yang disampaikan oleh ummul mukminin Aisyah radhiyallahuanhu ‫أشد الناس عذاًب يوم القيامة الذين يضاهون ِبلق الله‬ “orang yang paling pedih adzabnya pada hari kiamat adalah orang membuat tandingan dengan ciptaan Allah.” Ketika seseorang menggambar pemandangan alam yang tidak bernyawa seperti gunung, hutan dan lautan dengan tujuan menyaingi dan menandingi Allah dalam ciptaan-Nya, maka ini ini juga haram. B. Wasilah Syirik Keberadaan gambar seringkali dijadikan sebagai salah satu wasilah atau perantara kesyirikan dan muka daftar isi Halaman 27 dari 38 penyembahan kepada selain Allah. Secara tidak langsung banyak orang yang mengagungakan seorang tokoh atau sesepuh yang sudah meninggal dengan cara ghuluw atau berlebihan. Sebagaimana kita tahu, bahwa Rasulullah diutus menjadi Nabi dan Rasul di tengah masyarakat yang mengagungkan berhala. Patung nenek moyang mereka. Sementara mereka sendiri tidak mau disebut sebagai penyembah berhala. Menurut mereka, berhala-berhala itu hanya dijadikan sebagai wasilah untuk mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wata’ala. ‫ ُدونممه أَْولميَاءَ َما نَ ْعبُ ُد ُه ْم إمهلا‬.‫ْن‬..‫مربُوََواَنله مإمذيَلَن اَّاهلَملهّتَُُزذلَْفواىمم‬.‫َق‬.ُ‫ي‬.‫لم‬ “…Dan orang-yang mengambil pelindung selain Allah berkata Kami tidak meyembah mereka berhala-berhala, tapi berharap agar mereka mendekatkan kami kapada Allah dengan sedekat- dekatnya…” QS. Az-Zumar 3 C. Menyerupai Orang Kafir Pengharaman gambar murni karena tasaybbuh menyerupai dengan orang-orang kafir. Karena mereka punya kebiasaan menggambar atau membuat patung kemudian menyembahnya. Hal ini pun disampaikan oleh Ibn Hajar. Beliau mengatakan, bahwa patung-patung merupakan alasan mendasar muka daftar isi Halaman 28 dari 38 diharamkannya D. Menghalangi Masuknya Malaikat illah alasan selanjutnya adalah bahwa Keberadaan gambar di suatu ruangan menghalangi malaikat masuk ke dalamnya. Sebagaiman hadis yang diriwayatkan Aisayah radhiyallahu anha Namun illah ini dibantah oleh para ulama yang lain, termasuk dari kalangan Hanabilah. Karena jika tidak masuknya malaikat ke dalam rumah dijadikan illah keharaman gambar, seharusnya itu juga berlaku pada orang junub. Artinya, jika gambar dianggap haram karena menghalangi malaikat masuk , maka harusnya janabah juga dilarang karena menghalangi malaikat masuk ke dalam rumah. Namun ternyata tidak demikian. 12 Fath al-Bari, Ibn Rajab juz 10, hal. 395 muka daftar isi Halaman 29 dari 38 Bab 4 Wujud Tashwir A. Tumbuhan Dan Benda Mati Menggambar pemandangan alam; gunung, laut, tumbuh-tumbuhan, bintang, matahari, bulan, dll dibolehkan oleh syariah dan tidak masuk dalam hadis keharaman gambar. Padahal ini semua merupakan ciptaan Allah. Dan para ulama sepakat tidak ada perselisihan dalam masalah kebolehannya kecuali Imam Mujahid. Karena menurut beliau haram hukumnya menggambar tanaman yang berbuah. Imam Nawawi menduga keharaman menggambar tanaman berbuah yang dimaksud oleh Imam Mujahid berdasarkan hadis Rasulullah dari riwayat Abu Hurairah. ‫فليخلقوا ذرًة وليخلقوا شعيرًة‬ “hendaklah mereka menciptakan semisal biji Dzarrah dan menciptakan semisal biji gandum.” HR. Bukhari Dalam kamus al-Mishbah al-Munir, kata Dzarrah yang dimaksud dalam hadis ini adalah seekor semut kecil. Maka penyebutan dzarrah dalam hadis ini mewakili ciptaan Allah yang memeliki ruh. Sedangkan muka daftar isi Halaman 30 dari 38 penyebutan Syai’ir biji gandum mewakili tumbuhan yang bisa dimakan dan berbuah. Hanya saja para ulama memberikan catatan, bahwa tujuan pembuatan gambar benda-benda mati tersebut harus terhindar dari unsur kesyirikan dan tidak menjadikannya sebagai sesembahan. Sebagaimana kita tahu ada agama-agama tertentu yang menyembah matahari, api dan lain sebaginya. B. Boneka Mainan Anak-anak Mayoritas ulama sepakat bahwa boneka mainan untuk anak kecil dibolehkan. Hampir tidak ada perselisihan dalam masalah ini, kecuali hanya beberapa ulama saja. Pendapat ini didasari oleh hadis dari Aisyah radhiyallahu anha ‫ىم‬،َ ‫راَُّسهلفَلُيوُلَسَعلماَرُّْيَُبهُلمهملهن َوإمَصَِسَلهلههل‬،َ ُ‫ممبْعفََنَكَصالمهمَْننىه‬،‫الهًممَمحبالْلبَإمبُنَبَذااخيَامْلتَدرَع َْْخيمعَبْنلَدَميَعمتَالَقنهيمه‬.‫افََّوَُيكََهكلْنلْلُا َعَنُْْتَعَلَمبِْيأَللمْهَمَععمَوَصُيبََسو‬ “Dulu Aku pernah bermain boneka di dekat Nabi sallahu alaihi wa sallam. Saya punya beberapa teman yang biasa bermain denganku. Ketika Rasulullah masuk ke dalam rumah, mereka bersembunyi darinya. Lalu beliau menyerahkan boneka-boneka itu kepadaku, dan mereka pun bermain denganku.” HR. Bukhari muka daftar isi Halaman 31 dari 38 Kebolehan pembuatan boneka untuk anak-anak menurut Ulama Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanbilah adalah karena dasar kebutuhan. Ini berlaku untuk anak laki-laki dan perempuan Khusus untuk anak perempuan bermain boneka itu membantu mereka menumbuhkan jiwa keibuan dalam merawat anak nantinya. Terlebih lagi jika boneka-boneka yang mereka mainkan berbentuk manusia atau bayi Namun secara khusus ulama Hanabilah memberikan beberapa syarat terkait boneka. Yaitu boneka yang tidak lengkap anggota Hukum yang terkait dengan boneka ini mencakup beberapa hal membuatnya, memainkannya dan jual belinya. Bahkan secara tegas, Abu Yusuf salah satu ulama Malikiyah membolehkan C. Memajang Gambar Makhuk Bernyawa Ulama dari kalangan Malikiyah memandang bahwa pengunaan gambar pada bidang datar musathah tidaklah haram. Namun menjadi makruh jika diletakkan pada tempat yang tinggi. Karena ada kesan memuliakan. Dan kemakruhan itu akan hilang jika gambar itu diletakkan di bawah. Seperti dipajang di dinding. Bagi para ulama lain selain dari kalangan 13 Al-Minhaj fi Sya’bi al-Iman, Al-Halimi, juz 3, hal. 97 14 Kasyaf al-Qina’, al-Buhuti, juz 1, hal. 280 15 Radd al-Muhtar ala ad-Dur al-Mukhtar, Ibn Abidin, juz 1, muka daftar isi Halaman 32 dari 38 Malikiyah, penggunaan gambar, baik yang musathah maupun yang mujassam tetap dianggap haram jika memenuhi kriteria berikut ini gambar makhluk bernyawa, gambar sempurna anggota badannya, ditempatkan pada posisi yang tinggi, tidak pada media yang kecil, bukan boneka untuk mainan anak dan terbuat dari bahan yang tahan lama. Hal senada juga disampaikan oleh Wahbah Zuhaili. Bahwa menggantung atau meletakkan gambar tashwir makhluk bernyawa ditempat yang tinggi hukumnya haram. Namun jika diletakkan di tempat di bawah, seperti karpet, lantai maka tidak mengapa. Jika yang dipajang di dinding adalah foto hasil photografi dari makhluk bernyawa, Wahbah Zuhaili membolehkannya asal tidak menimbulkan fitnah. 16 D. Baju Bergambar 1. Hanafi dan Maliki Ulama Hanafiyah dan Malikiyah menganggap makruh memakai pakaian yang bergambar makhluk bernyawa. Dipakai sholat atau pun tidak. Namun kemakruhan itu hilang jika baju bergambar itu masih dilapisi baju lagi di atasnya. Bahkan tak masalah dipakai untuk 2. Syafi’i Sedangkan Syafi’iyah menganggapnya boleh tapi 16 Al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu, Wahbah az-Zuhaili, juz 4, hal. 2672 17 Radd al-Muhtar ala ad-Dur al-Mukhtar, Ibn Abidin, juz 1, muka daftar isi Halaman 33 dari 38 termasuk perbuatan munkar. Namun jika memakainya baju bergambar berada di bagian yang tidak terhormat, kain bagian bawah misalnya, maka justru 3. Hambali Dan dari kalangan Hanabilah terdapat dua pendapat. Yang satu mengharamkan dan satu lagi tidak haram. Pendapat yang kedua ini berdasarkan hadis ‫إملاه َرقْ ًما مِف ثَْو ٍب‬ “kecuali gambar di baju” E. Fotografi Dalam masalah ini ulama berbeda dalam dua pendapat 1. Pendapat Pertama Photografi bukan termasuk tashwir yang disebutkan dalam hadis. Kelompok pertama ini menilai bahwa illat alasan diharamkannya tashwir adalah karena ada unsur mudhahat penyerupaan ciptaan Allah dengan hasil lukisan/ gambar. Dan unsur mudhahat penyerupaan tidak didapati dalam photografi karena prosesnya hanya menangkap gambar/bayangan dari ciptaan Allah. Bukan membuat. Dr. Wahbah Zuhaili dalam kitabnya, al-Fiqh al- 18 Syarh al-Minhaj wa Hasyiyah asy-Syarwani, ibn Hajar al- Haitami, juz 7, hal. 432 muka daftar isi Halaman 34 dari 38 Islamiy wa Adillatuh, secara tegas menyatakan kebolehan foto, bahkan tidak masalah memajangnya di dinding rumah asalkan tidak menimbulkan fitnah seperti foto wanita yang terlihat auratnya. Kebolehan ini berlaku juga untuk foto berberak video.19 2. Pendapat Kedua Photografi masuk dalam istilah tashwir sebagaiana yang disebutkan dalam hadis. Para ulama dalam kelompok ini beranggapan bahwa hadis tentang tashwir berlaku umum tanpa membedakan prosesnya. Yang dilihat adalah hasil gambarnya, baik dengan lukis maupun photografi. Jika objek photografi adalah makhluk bernyawa, maka hukumnya sama sebagaimana gambar. 19 Al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu, Wahbah az-Zuhaili, juz 4, hal. 2672 muka daftar isi Halaman 35 dari 38 Kesimpulan Para ulama berbeda pendapat dalam masalah hukum tashwir gambar. Ada hukum yang disepakati dan ada juga yang diperselisihkan, baik keharamsnnya maupun kebolehannya. Yang disepakati keharamnnya di antaranya adalah gambar yang berbentuk tiga dimensi, seperti patung dan berhala yang dijadikan sebagai sesembahan. Sedangkan yang disepakati kebolehannya diantaranya adalah gambar yang tidak sempurna kelengkapan aggota tubuhnya. Baik gambar datar mau yang tiga dimensi. Dan ada juga permasalahan yang diperselisihkan. Diantaranya adalah gambar makhluk hidup, manusia dan binatang yang berbentuk musathah di bidang datar. Tentu pada hal yang diperselisihkan tersebut, masing-masing pendapat ada dalil yang dapat kita pelajari. Wallahu a’lam bi ash-shawah muka daftar isi Halaman 36 dari 38 Tentang Penulis ▪ AHMAD HILMI, lahir di Rembang Jawa Tengah, 14 Juli 1987. Aktif sebagai pengajar fikih dan ushul fikih di Pondok Pesantren islam Babul Hikmah Kalinda Lampung Selatan. ▪ Di samping itu juga, penulis membina beberapa Majelis Taklim di wilayah Kalinda Lampung Selatan dan lebih konsen dalam kajian Fikih. ▪ Penulis menyelesaikan S1 di Universitas Islam Muhammad Ibnu Suud, Kerajaan Arab Saudi, cabang LIPIA Jakarta, Fakultas Syariah. ▪ Kemudian menyelesaikan pascasrajana S2 di Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung UIN RIL Prodi Hukum Ekonomi Syariah. muka daftar isi Halaman 37 dari 38 ▪ Penulis dapat dihubungi di nomer 085226360160 muka daftar isi P a g e 38 RUMAH FIQIH adalah sebuah institusi non-profit yang bergerak di bidang dakwah, pendidikan dan pelayanan konsultasi hukum-hukum agama Islam. Didirikan dan bernaung di bawah Yayasan Daarul- Uluum Al-Islamiyah yang berkedudukan di Jakarta, Indonesia. RUMAH FIQIH adalah ladang amal shalih untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT. Rumah Fiqih Indonesia bisa diakses di muka daftar isi loading...Patung Salahuddin Al-Ayyubi di Kerak, Yordania. Foto/Ilustrasi/Wikipedia Al-Quran secara tegas dan dengan bahasa yang sangat jelas berbicara tentang patung pada tiga surat Al-Quran. Baca Juga Dalam surat Al-Anbiya 21 51-58 diuraikan tentang patung-patung yang disembah oleh ayah Nabi Ibrahim dan kaumnya. Sikap Al-Quran terhadap patung-patung itu, bukan sekadar menolaknya, tetapi merestui جُذَاذًا إِلَّا كَبِيرًا لَهُمْ لَعَلَّهُمْ إِلَيْهِ يَرْجِعُونَ“Maka Ibrahim menjadikan berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar induk dari patung-patung yang lain, agar mereka kembali untuk bertanya kepadanya QS Al-Anbiya 58. Baca Juga Quraish Shihab dalam Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat, menjelaskan, ada satu catatan kecil yang dapat memberikan arti dari sikap Nabi Ibrahim di atas, yaitu bahwa beliau menghancurkan semua berhala kecuali satu yang terbesar. Membiarkan satu di antaranya dibenarkan, karena ketika itu berhala tersebut diharapkan dapat berperan sesuai dengan ajaran tauhid. Melalui berhala itulah Nabi Ibrahim membuktikan kepada mereka bahwa berhala -betapapun besar dan indahnya- tidak wajar untuk بَلْ فَعَلَهُ كَبِيرُهُمْ هَٰذَا فَاسْأَلُوهُمْ إِنْ كَانُوا يَنْطِقُونَفَرَجَعُوا إِلَىٰ أَنْفُسِهِمْ فَقَالُوا إِنَّكُمْ أَنْتُمُ الظَّالِمُونَSebenarnya patung yang besar inilah yang melakukannya penghancuran berhala-berhala itu. Maka tanyakanlah kepada mereka jika mereka dapat berbicara. Maka mereka kembali kepada kesadaran diri mereka, lalu mereka berkata, Sesungguhnya kami sekalian adalah orang-orang yang menganiaya diri sendiri QS Al-Anbiya 63-64 Baca Juga Sekali lagi Nabi Ibrahim AS. tidak menghancurkan berhala yang terbesar pada saat berhala itu difungsikan untuk satu tujuan yang benar. Jika demikian, yang dipersoalkan bukan berhalanya, tetapi sikap terhadap berhala, serta peranan yang diharapkan surat Saba 34 12-13 diuraikan tentang nikmat yang dianugerahkan Allah kepada Nabi Sulaiman, yang antara lain adalah,يَعْمَلُونَ لَهُ مَا يَشَاءُ مِنْ مَحَارِيبَ وَتَمَاثِيلَ وَجِفَانٍ كَالْجَوَابِ وَقُدُورٍ رَاسِيَاتٍ ۚ اعْمَلُوا آلَ دَاوُودَ شُكْرًا ۚ وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ"Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang besarnya seperti kolam dan periuk yang tetap berada di atas tungku. Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur kepada Allah. Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih. QS Saba 13. Baca Juga Dalam Tafsir Al-Qurthubi disebutkan bahwa patung-patung itu terbuat dari kaca, marmer, dan tembaga, dan konon menampilkan para ulama dan nabi-nabi terdahulu. Di sini, patung-patung tersebut -karena tidak disembah atau diduga akan disembah- maka keterampilan membuatnya serta pemilikannya dinilai sebagai bagian dari anugerah Ilahi. Baca Juga Dalam Al-Quran surat Ali Imran 3 48-49 dan Al-Maidah 5 110 diuraikan mukjizat Nabi Isa antara lain adalah menciptakan patung berbentuk burung dari tanah liat dan setelah ditiupnya, kreasinya itu menjadi burung yang sebenarnya atas izin إِلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنِّي قَدْ جِئْتُكُمْ بِآيَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ ۖ أَنِّي أَخْلُقُ لَكُمْ مِنَ الطِّينِ كَهَيْئَةِ الطَّيْرِ فَأَنْفُخُ فِيهِ فَيَكُونُ طَيْرًا بِإِذْنِ اللَّهِ ۖ وَأُبْرِئُ الْأَكْمَهَ وَالْأَبْرَصَ وَأُحْيِي الْمَوْتَىٰ بِإِذْنِ اللَّهِ ۖ وَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا تَأْكُلُونَ وَمَا تَدَّخِرُونَ فِي بُيُوتِكُمْ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَDan sebagai Rasul kepada Bani Israil yang berkata kepada mereka "Sesungguhnya aku telah datang kepadamu dengan membawa sesuatu tanda mukjizat dari Tuhanmu, yaitu aku membuat untuk kamu dari tanah berbentuk burung; kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung dengan seizin Allah; dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah; dan aku kabarkan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah suatu tanda kebenaran kerasulanku bagimu, jika kamu sungguh-sungguh beriman.QS Ali Imran 49. This article discusses the nature of tamatsil in the story of Prophet Sulaiman. The word tamatsil in the Qur'an is found in two surahs, namely Saba' verse 13 and al-Anbiya' verse 52. the Saba' verse explains that the jinn was ordered by Prophet Solomon to make statues, the word used in this verse is finish. So, if the sentence in the verse is a command, it means that there is no prohibition against making it. But it is different again from the letter al-Anbiya 'verse 52. In that verse, the Prophet Ibrahim was surprised at his people who worshiped tamatsil. The choice of the word tamatsil in this study was due to two things. First, there is a public error in understanding the meaning of the tamatsil. Second, the Ministry of Religion often equates this word with the words shanam and watsan which means statue/idol, even though the three words have different meanings even though there are similarities. The results of this study can be concluded that the essence of tamatsil is something material, shaped, and illustrated which is usually used for decoration or toys. In Indonesia, the term tamatsil is known as duplicate or replica, such as key toys, children's toys in the form of humans, animals, or plants. The law of tamatsil is divided into two opinions, some allow it as long as it is not worshiped, and some forbid it even if it is not worshiped. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qur’an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 Volume 3 Nomor 1, Juni 2022 ISSN 2723-4894 cetak, ISSN 2723-4886 daring DOI TAMATSIL DALAM AL-QUR’AN KAJIAN SENI RUPA DALAM KISAH NABI SULAIMAN Dilla Syafrina Pondok Pesantren Musthafawiyah Purba Baru, Sumatera Utara syafrinadilla97 Ali Akbar UIN Sultan Syarif Kasim Riau aliakbarusman Fikri Mahmud UIN Sultan Syarif Kasim Riau fikrimahmud Masyhuri Putra UIN Sultan Syarif Kasim Riau Abd. Wahid UIN Sultan Syarif Kasim Riau Abstrak Artikel ini membahas tentang hakikat tamatsil dalam kisah Nabi Sulaiman. Kata tamatsil dalam Al-Qur’an terdapat dalam dua surat, yaitu surat Saba’ ayat 13 dan surat al-Anbiya’ ayat 52. Dalam surat Saba’ menjelaskan bahwa jin diperintahkan oleh Nabi Sulaiman untuk membuat patung, kata yang dipakai pada ayat ini adalah tamatsil. Tetapi berbeda lagi dengan surat al-Anbiya’ ayat 52. Pada ayat tersebut Nabi Ibrahim merasa heran terhadap kaumnya yang menyembah tamatsil. Dipilihnya kata tamatsil dalam penelitian ini disebabkan dua hal. Pertama, adanya kekeliruan masyarakat dalam memahami makna tamatsil tersebut. Kedua, kata tersebut sering disamakan terjemahannya oleh Kementerian Agama dengan kata shanam dan watsan yang berarti patung atau berhala, padahal ketiga kata tersebut memiliki makna yang berbeda sekalipun ada kemiripan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif analitis, mendiskripsikan kisah Nabi Sulaiman dalam Al-Qur’an kemudian menganalisis ayat-ayat tentang tamatsil. Hasil dari kajian ini dapat disimpulkan bahwa hakikat tamatsil adalah sesuatu yang material, berbentuk, dan bergambar yang lazimnya digunakan untuk hiasan atau mainan. Di Indonesia istilah tamatsil dikenal dengan duplikat atau replika, seperti mainan kunci, mainan anak anak yang berbentuk manusia, binatang, atau Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qur’an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 tumbuhan. Hukum tamatsil dibagi kepada dua pendapat, ada yang membolehkan selama tidak disembah dan ada yang mengharamkan sekalipun tidak disembah. Kata Kunci Tamatsil, seni rupa, kisah Abstract This article discusses the nature of tamatsil in the story of Prophet Sulaiman. The word tamatsil in the Qur'an is found in two surahs, namely Saba' verse 13 and al-Anbiya' verse 52. The Saba verse explains that the jinn was ordered by Prophet Solomon to make statues, the word used in this verse is finish. But it is different from the letter al-Anbiya 'verse 52. In that verse, the Prophet Ibrahim was surprised at his people who worshipped tamatsil. The choice of the word tamatsil in this study was due to two things. First, there is a public error in understanding the meaning of the tamatsil. Second, the Ministry of Religion often equates these words with the words shanam and watsan which means statues or idols, even though the three words have different meanings even though there are similarities. This research was conducted using a descriptive-analytical method, by describing the story of Prophet Sulaiman in the Qur'an and then analyzing the verses about tamatsil. The results of this study can be concluded that the essence of tamatsil is something material, shaped, and illustrated which is usually used for decoration or toys. In Indonesia, the term tamatsil is known as duplicate or replica, such as key toys, or children's toys in the form of humans, animals, or plants. The law of tamatsil is divided into two opinions, some allow it as long as it is not worshipped and some forbid it even if it is not worshipped. Keywords tamatsil, fine arts, story. PENDAHULUAN Seni adalah salah satu aspek dari aspek jiwa manusia yang lurus. Seni bertemu perasaan dan indera beserta seluruh keindahan dan yang menyenangkan, perasaan ikut berkreatif bersama dengan seluruh gerak-gerik, keindahan kenyamanan. Seni bukan seperti yang difahami oleh sebagian orang sebagai bentuk penggambaran kehidupan yang sia-sia dan main-main, atau seperti yang dipahami orang lain lagi sebagai upaya membangkitkan perasaan dan menggelorakan adalah kegiatan yang menyatakan hubungan antara lahir dan bathin, antara yang fana dan yang kekal. Secara khusus berarti kesanggupan dan kegiatan menciptakan suasana indah yang dapat menimbulkan daya tarik untuk menjadi perhatian dan rasa senang menikmatinya. Kesenian murni meliputi segala yang indah dan menarik disegala bidang penciptaan seni, seperti seni suara, seni rupa, seni lukis, dan fenomena pemandangan alam. Kesenian tentu saja bebas dan Hamad Hasan Ruqaith, Problematika Kontemporer dalam Tinjauan Islam, Jakarta Pustaka Azzam, 2004. h, 139. Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qur’an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 otonom, dalam pengertian bahwa ia mempunyai kaidah tersendiri, tidak terikat teori, etika, norma, namun berdasarkan estetika yang rupa adalah cabang seni yang membentuk karya seni dengan media yang bisa ditangkap mata dan dirasakan dengan rabaan. Contoh karya seni rupa murni adalah lukisan, patung, grafis, mozaik, ukiran, relief, kaligrafi, seni fotografi, seni koreografi, dan kerajinan dari telah menunjukkan kepada umat manusia akan keindahan yang terdapat pada bentuk lahiriah sisi empirik yang dapat diamati. Bagi seorang pengamat yang berjiwa seni, memang alam semesta ini penuh dengan keindahan.Alam adalah objek dan mahaguru bagi para seniman. Keindahan alam yang tampak memberikan kesan-kesan bagi penginderaan. Namun keselarasan, keharmonisan, keunikan serta ketertiban dan keteraturan dalam proses interaksinya yang tersirat menunjukkan betapa Maha Agung Sang Pencipta yang dituangkan pada ciptaan-Nya, yaitu alam semesta ini. Fenomena tersebut mengajak manusia untuk berpikir dan menjadikan pelajaran agar kembali mengingat Allah dan senantiasa mempertebal satu daripada bentuk seni rupa yang tersebut di dalam al-Qur’an adalah timtsal yang bentuk jamaknya adalah tamatsil. Sebagaimana yang terdapat dalam kisah Nabi Sulaiman pada surat Saba’ ayat 13. Dalam ayat ini para jin diperintahkan oleh Nabi Sulaiman untuk membuat patung, dimana lafazh yang dipakai adalah Tamatsil. Jika kalimat dalam ayat itu bersifat perintah berarti tidak ada larangan padanya. Tetapi berbeda lagi di dalam surat al-Anbiya’ ayat 52 dan beberapa riwayat hadits yang melarang tamatsil. Kajian tetang tamatsil telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, seperti Umi Hanifa dalam skripsinya mengkaji tentang seni rupa dalam Al-Qur'an yang menemukan bahwa aspek seni rupa dikerucutkan sebagai bidang penyaji benda-benda yang tampak secara visual dan dapat dirasakan dengan rabaan. Begitu juga dengan Muhammad Kholilul Rahman dalam penelitiannya tentang pemakaian kata sinonim ashnam, autsan dan tamatsil. Menurutnya kata-kata ini memiliki perbedaan makna jika ditinjau dari konteks perasaan dan budaya. Dipilihnya kata Tamatsil dalam penelitian ini disebabkan dua hal. Pertama, adanya kekeliruan masyarakat dalam memahami makna tamatsil tersebut. Darwis Hude dkk, Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur’an, Jakarta Pustaka Firdaus, 2002. h, 337. Guru Pendidikan, “Seni Rupa Murni dan Terapan”, dikutip dari pada hari Rabu tanggal 02 Oktober 2019. Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qur’an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 Misalnya pembangunan Tugu Zapin di depan kantor Gubernur Pekanbaru yang menuai kritikan masyarakat dan menimbulkan pro dan kontra, seperti yang dilansir dari laman pada 26 Januari 2012. Kedua, karena kata tersebut sering disamakan terjemahannya oleh Kementerian Agama dengan kata Shanam dan Watsan yaitu patung/berhala, padahal ketiga kata tersebut memiliki makna yang berbeda sekalipun ada kemiripan. Seperti   “Ketika Ibrahim berkata kepada ayah dan kaumnya apakah ini patung-patung/berhala-berhala yang kalian kepadanya orang-orang yang terus menerus menyembah.” QS. Al-Anbiya’, 52Ketiga, kata tersebut sering disalahpahami oleh banyak orang. Dapat dilihat pada masa sekarang ini, masih banyak dari kalangan masyarakat yang memahami makna ayat hanya bermodalkan al-Qur’an terjemah dan kamus saja tanpa memperdulikan makna secara kontekstual, sehingga kata yang disamakan artinya dianggap memiliki makna dan hukum yang sama. Istilah mengenai hal ini dikenal dengan taraduf. Taraduf ialah kata yang beragam lafadz tetapi mempunyai satu makna. Taraduf terdapat dalam bahasa, namun itu hanya berkenaan makna dasarnya, tidak makna sekundernya. Dalam al-Qur’an sebaiknya taraduf itu dihindari. Mengenai hal ini al-Sabt membuat kaidah  “Artinya Selama kata-kata al-Qur’an masih mungkin dibawa kepada ketidaksamaan makna, maka itulah yang perlu dilakukan.” banyak ayat-ayat yang menyebut benda-benda seperti piring, gelas, permadani, dipan, dan pakaian sebagai gambaran fasilitas kehidupan surga. Al-Qur’an juga memberi penjelasan mengenai material yang di gunakan untuk membuat benda-benda ini, seperti emas, perak, dan sutra sebagai material pakaian. Pada ranah duniawi, tungku dan bejana pada istana Nabi Sulaiman sudah cukup mewakili bagaimana sebenarnya eksistensi kriya, yaitu memiliki nilai fungsional dan dapat diaplikasikan sebagai hiasan dalam konteks ini, hiasan Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tafsir Per Kata Tajwid Kode Angka, Jakarta Kalim, 2010. h, 327. Salman Harun, Kaidah-Kaidah Tafsir, Jakarta QAF, 2017. h, 463. Kriya adalah kegiatan seni yang menitikberatkan pada keterampilan tangan dan fungsi untuk mengolah bahan baku yang sering ditemukan di lingkungan menjadi benda-benda yang tidak hanya bernilai pakai, tetapi juga bernilai estetis. Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qur’an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 interior atas keindahannya. Adapun pertanyaan dalam penelitian ini yaitu, apa hakikat dan bagaimana hukum tamatsil dalam perspektif ulama tafsir ? Tujuan artikel ini adalah untuk mengetahui hakikat tamatsil dan hukumnya, sehingga dapat diketahui beda istilah tamatsil dengan istilah yang disamakan dengannya ashnam dan awtsan. METODE Penelitian ini merupakan jenis penelitian library research penelitian kepustakaan dengan menggunakan metode deskriptif analitis. Sumber primer penelitian ini adalah kitab tafsir al-Munir karya Wahbah Zuhaili dan kitab tafsir ath-Thabari serta didukung dengan sumber sekunder yaitu buku-buku terkait dengan pembahasan penelitian, jurnal, hasil penelitian dan lain sebagainya. Setelah data terkumpul kemudian dideskripsikan dan dianalisa secara mendalam dengan pola induktif kemudian disimpulkan. HASIL DAN PEMBAHASAN Makna Tamatsil Di dalam kamus Lisanul Arab, makna tamatsil adalah Timtsal gambar, jama’nya adalah Tamatsil. Membuat contoh baginya sesuatu membuat duplikat akannya seolah-seolah ia terlihat seperti bentuk aslinya.  bentuk jamak dari , yang artinya adalah setiap sesuatu yang diberi jisim dan dibentuk seperti bentuk binatang, baik itu yang terbuat dari tembaga, kaca, tanah liat maupun yang lainnya patung. Artinya setiap yang dibuat berbentuk, seperti bentuk binatang atau bukan binatang. Makna tamatsil menurut beberapa pendapat mufassir di atas adalah sesuatu yang bersifat material, berbentuk, dan bergambar yang terbuat dari kayu, batu, tembaga, kuningan, kaca, tanah liat, dan lain-lain yang dapat berbentuk patung-patung binatang, orang, burung, dan pohon. Umi Hanifa, Seni Rupa dalam Al-Qur’an Kajian Tematik, Yogyakarta Skripsi, 2018. h, 81. Ibnu Manzur, Lisanul Arab, Jilid 6, Daar Al-Ma’arif Kairo, 1119. h, 4135. Wahbah Az-Zuhaili, h, 470. Al-Qurtubiy, h, 660. Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qur’an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 Makna Ashnam Ashnam pada lughat bahasa adalah Artinya “Ukiran yang terbuat dari kayu, perak, atau tembaga. Yang memiliki bentuk manusia atau bentuk lain yang dijadikan sebagai sembahan daripada selain Allah”. berhala artinya adalah tubuh yang terbuat dari perak, tembaga atau kayu, yang disembah oleh orang-orang musyrik dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah ta’ orang bijak mengatakan bahwa setiap hal yang disembah selain Allah, atau bahkan setiap hal yang dapat menyibukkan atau melalaikan dari mengingat Allah maka dikatakan sebagai .Dalam Al-Qur’an kata Ashnam disebutkan sebanyak lima kali di dalam ayat berikut 1 Surat Al-An’am ayat 74    “Dan ingatlah di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Azar, “Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai Tuhan-Tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata”. 2 Surat Al-A’raf ayat 138    “Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang menyembah berhala mereka, Bani Israil berkata Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah Tuhan berhala sebagaimana mereka mempunyai beberapa Tuhan berhala”. Musa menjawab “Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui sifat-sifat Tuhan”. 3 Surat Ibrahim ayat 35   Muhammad Daud, Mu’jam Al-Furuq Al-Dilaliyah, Kairo Daar Gharib, 2008. h, 321. Ar-Raghib Al-Ashfahani, Almufradat Fii Ghariib Al-Qur’an, alih bahasa Ahmad Zaini Dahlan, Depok Pustaka Khazanah Fawa’id, 2017. h, 499. Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qur’an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 “Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini Mekkah, negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala”. 4 Surat Al-Anbiya’ 57  “Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya”. 5 Surat Asy-Syuara’ ayat 71  “Mereka menjawab “Kami menyembah berhala-berhala dan kami senantiasa tekun menyembahnya”. Hubungan yang terdapat pada kalimat ashnam yang ada dalam ayat-ayat yang mulia ini adalah mengisyaratkan bahwa ashnam adalah sesuatu yang dibuat atau dibentuk yang dalam membuatnya perlu di ukir, di pahat, dan di gambar. Maka ayat yang terdapat dalam surat al-An’am kita temukan bahwasanya Nabi Ibrahim as. mengkritik ayahnya yang menjadikan ashnam sebagai sesembahan. Dan lafaz “” menjadikan ditinjau dari ilmu sharf dan maknanya di dalam kamus adalah sesuatu yang menunjukkan adanya usaha dan sungguh-sungguh dalam membuat nya. Maka kalau begitu ashnam adalah benda yang dibuat, diukir, digambar pada bentuk dan modelnya. Seperti itu juga yang terdapat dalam surat al-A’raf bahwa kaum Nabi Musa menjadikan setelahnya anak lembu yang memiliki jasad dan suara, maka mereka menjadikan anak lembu sebagai shanam yang mereka melihat beberapa ayat mengenai kata Ashnam, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi makna dasar dari kata Ashnam adalah berhala dan makna relasional dari kata tersebut adalah sebuah ukiran yang terbuat dari kayu, perak, atau tembaga. Yang memiliki bentuk manusia atau bentuk lain yang dijadikan sembahan daripada selain Allah. Dan penggunaan kata Ashnam dalam al-Qur’an sebagaimana yang telah dicantumkan diatas, bahwa kata Ashnam khusus digunakan untuk sesuatu hal yang disembah oleh umat manusia selain Allah SWT. Muhammad Daud, Op. cit., h, 322. Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qur’an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 Makna Awtsan Adapun kata Awtsan disebutkan sebanyak tiga kali dalam al-Qur’an yaitu1. Surat Al-Hajj ayat 30.     Demikianlah perintah Allah dan barang siapa mengagungkan apa-apa yang terhormat disisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya disisi Tuhannya. Dan telah dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepadamu keharamannya, maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan dusta. 2. Surat Al-Ankabut ayat 17.   Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu adalah berhala, dan kamu membuat dusta. Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu meberikan rezeki kepadamu, maka mintalah rezeki itu disisi Allah dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nya lah kamu akan dikembalikan. 3. Surat Al-Ankabut ayat 25.   Dan berkata Ibrahim “Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu sembah selain Allah adalah untuk menciptakan perasaan kasih sayang diantara kamu dalam kehidupan dunia ini kemudian dihari kiamat sebahagian kamu mengingkari sebahagian yang lain dan sebahagian kamu melaknati sebahagian yang lain dan tempat kembalimu ialah neraka dan sekali kali tak ada bagimu para penolong. Muhammad Daud, op. cit, h, 322. Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qur’an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 Awtsan menurut bahasa adalah sebuah batu yang disembah selain dari kata Watsan adalah Awtsan. Begitu juga dijelaskan dalam kitab tafsir al-Misbah bahwa Awtsan adalah berhala yang berupa batu atau yang terbuat dari kayu dan memiliki bentuk seperti manusia atau hewan yang mereka pilih atau buat untuk disembah. Kata ini lebih khusus dari kata Ashnam, karena yang ini adalah berhala yang disembah walau hanya batu yang tidak berbentuk. Masyarakat Arab pada masa jahiliyah memilih batu-batu yang mereka senangi lalu menyembahnya. Bahkan para musafir pada masa jahiliyah memilih empat batu, lalu yang terbaik mereka sembah, dan tiga lainnya mereka jadikan tumpu buat periuk mereka. Bentuk nakirah/indefinitif pada kata awtsan yang digunakan ayat ini al-An-kabut ayat 17 mengesankan keremehannya sekaligus mengisyaratkan bahwa kepercayaan tentang ketuhanan berhala-berhala itu adalah kepercayaan sesat yang tidak mendasar serta merupakan kebohongan dan pemutarbalikan dalam kitab tafsir Ath-Thabari, penakwilan kami ini sejalan dengan pendapat para ahli takwil lainnya. Dan yang berpendapat demikian adalah Muhammad bin Sa’ad menceritakan kepadaku, ia berkata Ayahku menceritakan kepadaku, ia berkata pamanku menceritakan kepadaku, ia berkata Ayahku menceritakan kepadaku dari ayahnya, dari Ibnu Abbas tentang firman Allah  “Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu” Ia berkata “Maksudnya adalah jauhilah ketaatan terhadap syetan dalam menyembah berhala-berhala. Al-Qasim menceritakan kepada kami, ia berkata Al-Hasein menceritakan kepada kami, ia berkata Hajjaj menceritakan kepadaku dari Ibnu Juraij, tentang firman Allah  “Berhala-berhala yang najis itu” Ia berkata maksudnya adalah menyembah dalam tafsir Jalalain disebutkan  “Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu” Ahmad bin Faris, Maqayiis Al-Lughah, jilid 6 Ittihad Al-Kitab Al-Arab, 2002. h, 64. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jakarta Lentera Hati, 2002, h. 461. Ath-Thabari, op., cit. h, 485. Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qur’an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 Huruf min disini menunjukkan arti bayan atau keterangan, maksudnya barang yang najis itu adalah berhala-berhala. Setelah melihat beberapa ayat mengenai kata Awtsan, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi makna dasar dari kata Awtsanadalah berhala dan makna relasional nya adalah sebuah batu yang disembah selain penggunaan kata Awtsan dalam al-Qur’an sebagaimana yang telah dicantumkan diatas, bahwa kata Awtsan khusus digunakan untuk batu atau kayu sekalipun tidak berbentuk yang disembah oleh umat manusia selain Allah SWT. Pemakaian kata awtsandalam hal pembuatan dan selainnya, tidaklah diharamkan dalam syari’at. Akan tetapi dalam hal penyembahan ia diperintahkan untuk dijauhi. Abu Hayyan telah menetapkan dalam kitab tafsirnya bahwa awtsan adalah sebuah batu yang tidak di ukir atas bentuk tertentu. Kesimpulan dari pembahasan yang lalu, bahwa diantara kata ashnam dan awtsanmemiliki maksud yang berdekatan maknanya.Persamaan • Keduanya memiliki wujud material. • Keduanya dijadikan sebagai Tuhan yang disembah selain Allah. Perbedaan • Bahwa ashnam mesti dibentuk lagi diukir, mesti dibuat dari kayu, tembaga, perak, dan emas. • Adapun awtsan semata-mata dibuat dari batu, tidak ada bentuk, tidak di ukir. Inilah perbedaan diantara ashnam dan awtsan. Inilah pendapat yang perpegangi menurut kebanyakan mufassir, ulama bahasa, mereka adalah Ibnu Arafah, Ragib Al-Ashfahani, Jasshas, Syafi’i, dan lain-lain. Setelah melihat pengertian dari ketiga istilah dapat dipahami bahwa ada hubungan antara ketiga istilah tersebut. Ashnam dan Awtsan termasuk ke dalam bagian tamatsil dari segi bahan buatannya. Perbedaannya terletak pada ketika tamatsil itu di sembah atau tidak. Jika ia disembah dan ia berbentuk tubuh manusia, maka ia dinamakan dengan ashnam. Jika yang disembah berbentuk batu, maka dinamakan dengan awtsan. Bentuk Tamatsil Pada Masa Nabi Sulaiman Bentuk tamatsil yang ada pada masa Nabi Sulaiman ada beberapa versi, yaitu Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin Asy-Suyuthi, Tafsir Jalalain, alih bahasa Bahrun Abubakar, Bandung Sinar Baru Algensindo, 2008, cetakan kesepuluh, h, 167. Muhammad Daud, h, 323. Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qur’an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 a Berbentuk malaikat dan para Nabi yang terbiasa dalam beribadah supaya orang-orang melihat akannya, lalu mereka beribadah seperti ibadah mereka. b Berbentuk burung yang terletak di atas kursi Sulaiman. c Berbentuk para Nabi dan ulama yang dibuat didalam mesjid supaya bisa dilihat orang, sehingga mereka semakin bertambah semangat dalam beribadah. Hukum Tamatsil a. Boleh pada masa Nabi Sulaiman, kemudian dimansukhkan menjadi haram hukumnya pada syariat Nabi Muhammad. Dikarenakan pada masa itu tamatsil dijadikan sesembahan, maka tindakan yang lebih baik adalah menghabisi patung-patung. Illat dan alasan penasakhan adalah sebagai bentuk syadz zara’i menutup celah yang bisa menjadi pintu masuk perkara yang terlarang serta memerangi kebiasaan masyarakat Arab waktu itu dalam menyembah berhala, arca, dan sejalan dengan pendapat Wahbah Zuhaili dalam kitab tafsirnya. Menurut Imam al-Qurtubi Allah menasakh apa yang dibolehkan sebelumnya. Rahasianya, karena ketika Rasulullah SAW diutus, patung-patung dijadikan sesembahan. Maka tindakan yang lebih baik adalah menghabisi patung-patung. Ulama dari mazhab Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanbali berpendapat akan haramnya membuat suroh  baik itu gambar tiga dimensi yaitu patung, begitu pula gambar selain itu. Dalil-dalil larangan tersebut adalah sebagai berikut    “Pernah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam datang dari suatu safar dan aku ketika itu menutupi diri dengan kain tipis milikku di atas lubang angin pada tembok lalu di kain tersebut terdapat gambar -gambar. Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melihat hal itu, beliau merobeknya dan bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling berat siksanya pada hari kiamat adalah mereka yang membuat sesuatu yang menandingi ciptaan Allah.” Aisyah mengatakan, “Akhirnya kami menjadikan kain tersebut menjadi satu atau dua bantal.” HR. Bukhari no. 5954 dan Muslim no. 2107. Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qur’an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 Dalam riwayat lain disebutkan,  “Sesungguhnya pembuat gambar ini akan disiksa pada hari kiamat. Dikatakan pada mereka, “Hidupkanlah apa yang telah kalian ciptakan buat.” HR. Bukhari no. 2105 dan Muslim no. 2107. Dalam riwayat lain disebutkan,  “Sesungguhnya orang yang paling berat siksanya di sisi Allah pada hari kiamat adalah al mushowwirun pembuat gambar.” HR. Bukhari no. 5950 dan Muslim no. 2109. Shuwar gambar dibagi menjadi dua macam yaitu bentuk 2 dimensi dan bentuk 3 dimensi patung. Yang kita bahas adalah jenis yang terakhir. Mengenai hukum membuat bentuk tiga dimensi patung, mayoritas ulama selain Malikiyah mengharamkannya karena berdalil dengan dalil-dalil di atas. Dikecualikan untuk mainan anak-anak, sesuatu yang dianggap remeh dihinakan, begitu pula sesuatu yang sifatnya temporer tidak permanen seperti jika dibuat dari manis-manisan dan adonan roti. Alasan diharamkannya membuat gambar dan patung 1 Menandingi Allah dalam mencipta. 2 Dapat menjadi perantara untuk berlebih-lebihan terhadap selain Allah dengan mengagungkannya. Lebih-lebih patungnya adalah patung orang shalih. 3 Menyerupai orang musyrik dalam membuat patung walau patung tersebut tidak disembah, jika sampai disembah maka lebih jelas lagi terlarangnya. Yang termasuk dalam larangan adalah untuk patung yang memiliki ruh yaitu manusia dan hewan, tidak pada Boleh selama ia tidak disembah atau dijadikan lambang-lambang keagamaan yang disucikan. Ini sejalan dengan pendapat Quraish Shihab dan Yusuf al-Qardhawiy. Dalam sebuah video Quraish Shihab, beliau menyebutkan bahwa patung masa lalu ada perbedaannya dengan patung masa kini. Memang ada hadits-hadits Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qur’an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 yang melarang menggambar dan mematung, apalagi makhluk hidup. Tetapi harus kita lihat terlebih dahulu. Karena ada prinsip dalam ajaran agama yaitu Pertama hukum itu bisa jadi berkaitan dengan ibadah bisa jadi berkaitan dengan non ibadah. Kalau yang berkaitan dengan ibadah tidak bisa diubah sama sekali, tidak bisa dilakukan kecuali kalau ada perintah. Kalau non ibadah boleh dilakukan selama tidak ada larangan. Non ibadah juga ditinjau mengapa ia dilarang? Kalau larangan itu masih ada sebabnya maka tetap berlaku, kalau sudah tidak ada sebabnya maka bisa berubah hukumnya. Patung, kenapa sempat dilarang? Dibahas oleh ulama-ulama bahwa karena dulu patung itu disembah, dijadikan tempat pemujaan dan lain-lain sebagainya. Kalau sekarang apabila itu dibuat untuk tujuan menyembah atau disembah orang, maka tetap tidak boleh, tetapi kalau tujuannya untuk seni, untuk mengingatkan kita akan jasa-jasa seseorang, tidak disembah maka itu boleh. Kita lihat di Jakarta ada patung Jendral Sudirman, membantu kita mengingatkan bahwa tokoh ini orang yang berjasa, orang yang wajar ditiru kepahlawanannya dan jasa-jasanya. Tetapi apabila patung-patung yang dibuat adalah patung yang memamerkan aurat tetap tidak boleh karena tujuannya bertentangan dengan nilai agama dan hukum itu tergantung dengan illat sebabnya. Jika illat tetap ada maka hukum tetap ada. Sebagaimana dalam sebuah kaidah ushul fiqh dikatakan  Artinya “Hukum itu berputar bersama illatnya dalam mewujudkan dan meniadakan hukum.” Kemudian, jika sebab pelarangan tersebut masih ada sebabnya maka hukum tetap berlaku, kalau sudah tidak ada sebabnya, maka bisa berubah hukumnya. Menurut Yusuf al-Qardhawi, kalau lukisan seni itu berbentuk sesuatu yang disembah selain Allah, seperti gambar al-Masih bagi orang-orang Kristen atau sapi bagi orang-orang Hindu dan sebagainya, maka bagi si pelukisnya untuk tujuan-tujuan diatas tidak lain dia adalah menyiarkan kekufuran dan kesesatan. Dalam hal ini berlakulah baginya ancaman Nabi yang begitu keras Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qur’an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 “Sesungguhnya orang yang paling berat siksaannya nanti di hari kiamat ialah orang-orang yang menggambar.” Riwayat Muslim. Imam Thabari berkata, “Yang dimaksud dalam hadits ini yaitu orang-orang yang menggambar sesuatu yang disembah selain Allah, sedangkan dia mengetahui dan sengaja. Orang yang berbuat demikian adalah kufur. Tetapi kalau tidak ada maksud seperti diatas, maka ia tergolong orang yang berdosa sebab menggambar saja”. Orang yang menggantungkan gambar-gambar tersebut untuk dikuduskan. Perbuatan seperti ini tidak pantas dilakukan oleh seorang Muslim, kecuali kalau agama Islam itu dibuang dibelakang yang lebih mendekati persoalan ini ialah orang yang melukis sesuatu yang tidak biasa disembah, tetapi dengan maksud untuk menandingi ciptaan dia beranggapan, bahwa dia dapat membuat dan menciptakan jenis terbaru seperti ciptaan Allah. Orang yang melukis dengan tujuan seperti itu jelas telah keluar dari agama tauhid. Terhadap orang ini berlakulah hadits Nabi yang mengatakan “Sesungguhnya orang yang paling berat siksaannya ialah orang-orang yang menandingi ciptaan Allah”. Riwayat Muslim. Persoalan ini tergantung pada niat si pelukisnya itu sendiri. Kebanyakan gambar-gambar/lukisan-lukisan di zaman Nabi dan sesudahnya, adalah lukisan-lukisan yang disucikan dan di pada umumnya lukisan-lukisan itu adalah buatan Rum dan Parsi Nasrani dan Majusi.Oleh karena itu tidak dapat melepaskan pengaruhnya terhadap pengkultusan kepada pemimpin-pemimpin agama dan Negara. Imam Muslim meriwayatkan, bahwa Abu Dhuha pernah berkata sebagai berikut Saya dan Masruq berada di sebuah rumah yang disitu ada beberapa patung. Kemudian Masruq berkata kepadaku, apakah ini patung kaisar? Saya jawab Tidak! Ini adalah patung Maryam. Masruq bertanya demikian, karena menurut anggapannya, bahwa lukisan itu buatan majusi dimana mereka biasa melukis raja-raja mereka di bejana-bejana. Tetapi akhirnya ketahuan, bahwa patung tersebut adalah buatan orang Nasrani. Dalam kisah ini Masruq kemudian berkata Saya pernah mendengar Ibnu Mas’ud menceritakan apa yang ia dengar dari Nabi saw., bahwa beliau bersabda “Sesungguhnya orang yang paling berat siksaannya disisi Allah adalah para pelukis.” Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qur’an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 Selain gambar-gambar diatas, yaitu misalnya dia menggambar/melukis makhluk-makhluk yang tidak bernyawa seperti tumbuh-tumbuhan, pohon-pohonan, laut, gunung, matahari, bulan, bintang dan hal ini sedikitpun tidak berdosa dan tidak ada sekali dikalangan para gambar-gambar yang bernyawa kalau tidak ada unsur-unsur larangan seperti tersebut diatas, yaitu bukan untuk disucikan dan di agung-agungkan dan bukan pula untuk maksud menyaingi ciptaan Allah, maka menurut hemat saya tidak Muhammad Ath-Thahir bin Asyur ketika menafsirkan ayat-ayat yang berbicara tentang patung-patung Nabi Sulaiman menegaskan, bahwa Islam mengharamkan patung karena agama ini sangat tegas dalam memberantas segala bentuk kemusyrikan yang demikian mendarah daging dalam jiwa orang-orang Arab serta orang-orang selain mereka ketika itu. Sebagian besar berhala adalah patung-patung, maka Islam mengharamkannya karena alasan tersebut. Bukan karena dalam patung terdapat keburukan, tetapi karena patung itu dijadikan sarana bagi kemusyrikan. Atas dasar inilah, hendaknya dipahami hadits-hadits yang melarang menggambar atau melukis dan memahat makhluk-makhluk hidup. Apabila seni membawa manfaat bagi manusia, memperindah hidup dan hiasannya yang dibenarkan agama, mengabadikan nilai-nilai luhur dan menyucikannya, serta mengembangkan dan memperhalus rasa keindahan dalam jiwa manusia, maka sunnah Nabi mendukung, tidak menentangnya. Karena ketika itu ia telah menjadi salah satu nikmat Allah yang dilimpahkan kepada manusia. Demikian Muhammad Imarah dalam bukunya Maalim Al-Manhaj Al-Islami yang penerbitannya di sponsori oleh Dewan Tertinggi Dakwah Islam, Al-Azhar bekerja sama dengan Al-Mahad Al-Alami lil Fikr Al-Islami International Institute for Islamic Thought.KESIMPULAN Hakikat dari tamatsil adalah sesuatu yang terbuat dari kayu, batu, tembaga, kuningan, kaca, dan tanah liat yang dibentuk sedemikian rupa sehingga mirip dengan bentuk aslinya. Pada zaman Nabi Sulaiman tamatsil itu adalah patung yang dibuat berbentuk malaikat ataupun orang-orang shalih dengan tujuan supaya orang-orang yang melihat akannya lalu mereka beribadah seperti ibadah mereka. M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, Bandung Mizan, 1996. h, 386. Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qur’an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 Buya Hamka mengatakan bahwa tamatsil adalah seni lukisan yang berbentuk patung binatang, orang, dan pohon-pohon sebagai hiasan. Jika dilihat pada masa sekarang tamatsil itu bisa berbentuk replika, mainan kunci, mainan anak-anak yang berbentuk boneka, patung-patung bersejarah, dan lain-lain. Mufassir berbeda pendapat masalah hukum tamatsil. Ulama yang membolehkannya menyatakan bahwa tamatsil itu diharamkan jika ia disembah. Karena setelah dilihat informasi sebelumnya bahwa masyarakat Arab pada masa itu memiliki kebiasaan menyembah patung-patung. Dan hukum itu tergantung illat nya, jika hilang illat maka hilanglah hukum. Ini sejalan dengan pendapat Quraish Shihab. Bahkan Buya Hamka mengatakan bahwa itu termasuk kemajuan seni lukis pada masa Nabi Sulaiman. Ulama yang mengharamkan nya menyatakan bahwa untuk mencelah masuk perkara yang terlarang, maksudnya penyembahan patung maka tindakan yang lebih tepat adalah menghabisi patung tersebut. Ini sejalan dengan pendapat Imam al-Qurthubi dan Wahbah Zuhaili. DAFTAR PUSTAKA Al-Ashfahani, Ar-Raghib. 2017. Almufradat Fii Ghariib Al-Qur’an, alih bahasa Ahmad Zaini Dahlan. Depok Pustaka Khazanah Fawa’id Al-Bukhari. 1987. Jami’ al-Shahih al-Mukhtashar. Daar Ibnu Katsir Beirut. Juz 5 Al-Mahalli, Jalaluddin dan Jalaluddin Asy-Suyuthi, 2008. Tafsir Jalalain, alih bahasa Bahrun Abubakar. Bandung Sinar Baru Algensindo. cetakan kesepuluh Al-Munziri. 2016. Mukhtasar Shahih Muslim, alih bahasa, Rohmad Arbi Nur Shoddiq, Arif, Mahmudi, Nila Noer Fajriah. Jakarta Ummul Qura Al-Qurthubi. 2009. Tafsir Al-Qurthubi, terj. Fathurrahman, Ahmad Hotib, Dudi Rasyadi. Jakarta Pustaka Azzam Az-Zuhaili, Wahbah. 2013. Tafsir al-Munir, alih bahasa Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, Cet. 1. Jakarta Gema Insani Bakir, Moh, “Konsep Maqasid al-Qur’an Perspektif Badi’ al-Zaman Sa’id Nursi Upaya Memahami Makna al-Qur’an Sesuai dengan Tujuannya”, Jurnal Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Vol. 1 01 Agustus 2015 Daud, Muhammad 2008. Mu’jam Al-Furuq Al-Dilaliyah. Kairo Daar Gharib Departemen Agama RI. 2010. Al-Qur’an Tafsir Per Kata Tajwid Kode Angka. Jakarta Kalim Faris, Ahmad bin2002. Maqayiis Al-Lughah, jilid 6. Ittihad Al-Kitab Al-Arab Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qur’an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 Guru Pendidikan, “Seni Rupa Murni dan Terapan”, dikutip dari pada hari Rabu tanggal 02 Oktober 2019 Hanifa, Umi. 2018. Seni Rupa dalam Al-Qur’an Kajian Tematik. Yogyakarta Skripsi Harun, Salman. 2017. Kaidah-Kaidah Tafsir. Jakarta QAF Hude, Darwis dkk. 2002. Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur’an. Jakarta Pustaka Firdaus Manzur, Ibnu. 1119. Lisanul Arab. Jilid 6. Daar Al-Ma’arif Kairo Ruqaith, Hamad Hasan. 2004. Problematika Kontemporer dalam Tinjauan Islam. Jakarta Pustaka Azzam Shihab, M. Quraish. 1996. Wawasan Al-Qur’an. Bandung Mizan Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah Pesan dan Keserasian Al-Qur’an. Jakarta Lentera Hati ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Fii Ghariib Al-Qur'an, alih bahasa Ahmad Zaini DahlanAl-AshfahaniAr-RaghibAl-Ashfahani, Ar-Raghib. 2017. Almufradat Fii Ghariib Al-Qur'an, alih bahasa Ahmad Zaini Dahlan. Depok Pustaka Khazanah Fawa'idJami' al-Shahih al-MukhtasharAl-BukhariAl-Bukhari. 1987. Jami' al-Shahih al-Mukhtashar. Daar Ibnu Katsir Beirut. Juz 5Al-MahalliAl-Mahalli, Jalaluddin dan Jalaluddin Asy-Suyuthi, 2008. Tafsir Jalalain, alih bahasa Bahrun Abubakar. Bandung Sinar Baru Algensindo. cetakan kesepuluhAl-MunziriAl-Munziri. 2016. Mukhtasar Shahih Muslim, alih bahasa, Rohmad Arbi Nur Shoddiq, Arif, Mahmudi, Nila Noer Fajriah. Jakarta Ummul Qura Al-Qurthubi. 2009. Tafsir Al-Qurthubi, terj. Fathurrahman, Ahmad Hotib, Dudi Rasyadi. Jakarta Pustaka Azzam Az-Zuhaili, Wahbah. 2013. Tafsir al-Munir, alih bahasa Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, Cet. 1. Jakarta Gema Insani Bakir, Moh, "Konsep Maqasid al-Qur'an Perspektif Badi' al-Zaman Sa'id Nursi Upaya Memahami Makna al-Qur'an Sesuai dengan Tujuannya", Jurnal Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Vol. 1 01 Agustus 2015Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur'an. Jakarta Pustaka Firdaus Manzur, Ibnu. 1119. Lisanul Arab. Jilid 6. Daar Al-Ma'arif Kairo Ruqaith, Hamad HasanUmi HanifaHanifa, Umi. 2018. Seni Rupa dalam Al-Qur'an Kajian Tematik. Yogyakarta Skripsi Harun, Salman. 2017. Kaidah-Kaidah Tafsir. Jakarta QAF Hude, Darwis dkk. 2002. Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur'an. Jakarta Pustaka Firdaus Manzur, Ibnu. 1119. Lisanul Arab. Jilid 6. Daar Al-Ma'arif Kairo Ruqaith, Hamad Hasan. 2004. Problematika Kontemporer dalam Tinjauan Islam. Jakarta Pustaka Azzam Shihab, M. Quraish. 1996. Wawasan Al-Qur'an. Bandung Mizan Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah Pesan dan Keserasian Al-Qur'an. Jakarta Lentera Hati Ilustrasi Hukum Menggambar Makhluk Bernyawa. Foto adalah sebuah proses kreasi untuk menciptakan karya seni dua dimensi. Dalam ajaran Islam, menggambar menjadi salah satu hal yang diatur soal pelaksanaannya. Jika menyalahi aturan, hukumnya pun bisa berubah menjadi dari buku Menggambar Kucing Besar dengan Pensil Predator karangan Veri Apriyatno, menggambar merupakan sebuah proses eksplorasi kreativitas untuk mengekspresikan gambar, seseorang dapat menuangkan gagasan yang tidak dapat diungkapkan lewat media lain. Karenanya, menggambar tidak hanya menciptakan karya seni yang dapat dinikmati orang lain, namun juga dapat menjadi media aktualisasi diri seorang dari buku Jejak seni dalam Sejarah Islam karangan Febri Yulika, perkembangan seni lukis dalam Islam tidaklah sesukses perkembangan seni rupa lainnya. Itu karena minimnya perhatian seniman Islam yang mempelajari seni lukis. Mereka lebih banyak menuangkan perhatiannya pada bidang seni lain, misalnya seni bangunan, seni hias, seni kerajinan dan seni saat itu, muncul berbagai pendapat serta pembahasan dari ulama dan pakar Islam mengenai boleh atau tidaknya menggambar atau melukis makhluk bernyawa tashwir. Bagaimana sebenarnya hukum menggambar makhluk bernyawa dalam Islam?Ilustrasi Hukum Menggambar Makhluk Bernyawa. Foto Menggambar Makhluk Bernyawa dalam IslamDalam buku Jejak seni dalam Sejarah Islam karangan Febri Yulika dijelaskan, terdapat petunjuk tentang larangan menggambar makhluk bernyawa dalam sebuah hadits. Disebutkan bahwa Rasulullah SAW melarang pembuatan gambar shuwar dan patung tamatsil, karena dapat memberikan mudharat perbuatan dosa besar yang disebabkan penyekutuan Allah SWT sebagai Maha dari buku CAAP JAY Cukupkan Amalan Agama Pasti Jayalah Akherat Yad karangan Beny Harjad, para ulama sepakat bahwa hukum menggambar makhluk bernyawa adalah haram. Hukum haram ini berlaku untuk binatang dan manusia, sedangkan menggambar tumbuhan tidak bernyawa hukumnya Hukum Menggambar Makhluk Bernyawa. Foto tentang Hukum Menggambar Makhluk BernyawaDisadur dari buku Jejak seni dalam Sejarah Islam karangan Febri Yulika dan CAAP JAY Cukupkan Amalan Agama Pasti Jayalah Akherat Yad karangan Beny Harjad, berikut beberapa hadits tentang larangan menggambar makhluk hidup dalam Islam.“Barangsiapa menggambar suatu gambar dari sesuatu yang bernyawa di dunia, maka dia akan diminta meniupkan ruh kepada gambarnya itu kelak di hari akhir, sedangkan dia tidak kuasa untuk meniupkannya.” HR. Bukhari“Sesungguhnya diantara manusia yang paling besar siksanya di hari kiamat adalah orang-orang yang menggambar makhluk yang bernyawa.” Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, bab Tashwiir“Setiap orang yang menggambar berada di neraka yang akan dijadikan untuknya tiap-tiap gambar yang ia gambar itu dalam bentuk jiwa yang akan menyiksa dia di neraka.” HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim

hadits tentang seni rupa